Full width Top advertisement

Travel the world

Climb the mountains

Post Page Advertisement [Top]

Seorang bekas tawanan perang, yang harus hidup dengan trauma pascaperang, berdamai dengan masa lalu.

Seorang bekas tawanan perang, yang harus hidup dengan trauma pascaperang, berdamai dengan masa lalu.

Berdamai dengan Masa Lalu

Oleh M.F. Mukthi

The Railway Man. Sutradara: Jonathan Teplitzky. Pemain: Colin Firth, Nicole Kidman, Jeremy Irvine, Stellan Skarsgard, Hiroyuki Sanada, Tanroh Ishida. Produksi: Lionsgate. Rilis: 2013.


Sepulang dari sebuah bazar buku di Chester, Eric Lomax bergegas menuju stasiun agar tak ketinggalan keretapi lain. Keretapi jurusan Mancester-Edinburg yang biasa dia tumpangi delay.


Eric Lomax (diperankan Colin Firth), pria tua berkacamata yang bekerja sebagai dosen di Strathclyde University, tak menyangka perjalanan ini akan mengubah hidupnya. Di kereta, dia duduk berhadapan dengan Patricia “Patti” Wallace (diperankan Nicole Kidman), bekas perawat. Keduanya langsung akrab. Bibit cinta tumbuh. Tak lama kemudian keduanya menikah.


Suatu pagi, Lomax terkaget. Seorang serdadu muda Jepang berdiri angkuh di hadapannya dan memerintahkannya segera berpakaian. Tempat-tempat menyeramkan yang menjadi bagian kelam dari masa lalu Lomax kembali hadir. Lomax ketakutan, menangis, menjerit, berusaha melawan. Dia akhirnya terjatuh, dan saat itu pula dia terjatuh dari ranjangnya. Patti hanya terbengong, tak mengerti.


Adegan-adegan di atas mengawali film The Railway Man. Keretapi mengikat perjalanan hidup Lomax. Dia penggemar keretapi, mengalami mimpi buruk karena pembangunan jalur keretapi Thailand-Burma, dan bertemu Patti di keretapi yang kemudian membantunya berdamai dengan masa lalunya.


Awalnya penikahan Lomax dan Patti berjalan lancar. Ketika perilaku Lomax kian menganggu, Patti mencari tahu apa yang terjadi pada suaminya. Dia menemui Finlay (diperankan Stellan Skarsgard), teman Lomax sesama bekas tawanan perang, untuk mencari informasi dan bantuan. Dari sinilah Patti tahu masa lalu suaminya.


Pada Februari 1942, kota Singapura jatuh ke tangan Jepang. Puluhan ribu tentara Inggris ditangkap. Salah satunya Eric Lomax muda (diperankan Jeremy Irvine), seorang perwira Royal Signals. Lomax dan beberapa tawanan kemudian dikirim ke Thailand untuk membangun jalur keretapi Thailand-Burma –dikenal dengan istilah “Death Railway”.


Karena memiliki pengetahuan mekanik, Lomax mendapat tugas memperbaiki mesin yang digunakan untuk membangun keretapi. Diam-diam dia membangun dan mengoperasikan radio rahasia agar bisa mengikuti perkembangan perang. Tindakannya terbongkar. Lomax menjalani interogasi.


Takashi Nagase (diperankan Tanroh Ishida), perwira muda Jepang yang berposisi sebagai penterjemah, memimpin interogasi. Nagasae pula yang menghasut atasannya agar menghukum berat Lomax. Maka, Lomax pun mengalami penyiksaan demi penyiksaan, dari pukulan kayu hingga dipaksa menelan air lewat selang laiknya sapi gelonggongan.


Pengalaman menyakitkan itu membuat Lomax mengalami trauma pascaperang. Berbekal dorongan sang istri dan bantuan Finlay, yang memberi tahu bahwa Nagase (diperankan Hiroyuki Sanada) masih hidup, Lomax akhirnya menemui bekas penyiksanya. Sebuah akhir cerita yang mengejutkan sekaligus menyentuh.


Film ini merupakan adaptasi dari memoar Eric Lomax berjudul The Railway Man yang diterbitkan Vintage Books pada 1995.


Melumpuhkan Kebencian


Sebagaimana bekas tawanan lain di “Death Railways”, Lomax awalnya membisu. Trauma masa perang terus menghantui. Pernikahan pertamanya hancur. Dia terus mengalami mimpi buruk. Dia tak mau berbicara dengan orang Jepang dan belum bisa memaafkan atas apa yang terjadi padanya di masa lalu. Gagasan balas dendam bersemayam, sekalipun dia mulai mendapat konseling.


Sama seperti Lomax, setelah perang berakhir, Takashi Nagase mengalami siksaan psikologis. Sebagai penebus dosa, dia membiayai pembangunan sebuah kuil Budha dan menjadi biksu yang taat. Dia juga menyediakan bantuan pengobatan bagi bekas tawanan perang Jepang di River Kwai. Pengalamannya selama dan setelah perang dia tuangkan dalam buku Crosses and Tigers (1990).


Dari buku itu pula Lomax dan istrinya mencari tahu informasi tentang Nagase. Setelah itu Patti mengirim surat kepada Nagase. Terjalinlah komunikasi yang berujung pada pertemuan antara Lomax dan Nagase. Pertemuan itu diangkat dalam film dokumenter Enemy, My Friend? (1995) yang disutradarai Mike Finlason.


Berkat pertemuan itu Lomax mengakhiri kebisuan dengan menulis memoar. Dia mengisahkan masa kanan-kanaknya, kesukaannya pada keretapi dan mesin, keputusannya masuk tentara sebelum Perang Dunia II meletus, jatuhnya Singapura, hingga pengalaman menyakitkan sebagai tawanan perang yang mengisi sebagian besar memoarnya.


Sejatinya, kisah pedih para tawanan perang dalam pembangunan jalur keretapi Thailand-Burma dikenal luas setelah muncul film The Bridge over the River Kwai (1957) karya sutradara David Lean. Film ini, yang meraih Oscar untuk beberapa kategori, berangkat dari novel karya Pierre Boulle yang diterbitkan di Prancis pada 1952 dan Inggris pada 1954.


Sebelum Lomax, Ernest Gordon sudah menuliskan pengalamannya dalam memoar Through the Valley of the Kwai (1962) –cetak ulangnya berjudul To End All Wars. Karya ini kemudian diangkat ke layar lebar dengan judul To End All Wars (2001) garapan sutradara David L Cunningham. Sosok Nagashe muncul dalam film ini. Penyintas lainnya, James (Jim) Bottomley Bradley, menerbitkan memoar Towards the Setting Sun pada 1982. Dalam buku ini, Bradley juga menyinggung aksi Lomax membangun radio rahasia.


Dari semuanya, pengalaman Eric Lomax yang berdamai dengan masa lalunya tentu lebih menggugah. “Saya membuktikan pada diri saya sendiri bahwa mengingat saja tidak cukup, jika itu hanya mengeraskan kebencian,” tulisnya.


Pada 2012, ketika syuting film The Railway Man masih berjalan, Lomax meninggal dunia.


Berat tapi Sarat Nilai


Dalam film, sutradara Jonathan Teplitzky tak mau terpaku pada isi memoar. Dia memilih alur kilas-balik (flashback) untuk menggambarkan pengalaman traumatik Lomax. Konflik antara para serdadu Jepang dan tawanan maupun konflik pribadi Lomax dengan masa lalunya silih berganti muncul. Konflik Lomax tua-Nagase tua dan Lomax muda-Nagase muda juga hadir bergantian dalam adegan pertemuan keduanya di pengujung film.


Teplitzky menggunakan imajinasinya untuk membuat film ini lebih dramatis. Adegan pembebasan para tawanan oleh pasukan Sekutu terjadi di lokasi pembangunan rel di saat mereka sedang bekerja menyelesaikan “Death Railways”. Padahal, saat pasukan Sekutu tiba, pembangunan sudah rampung. Teplitzky juga sengaja tak menyinggung kehidupan Lomax sebelum jadi tawanan. Tempat buat Agnes Mary, istri pertama Lomax, pun tak ada.


Tapi, berbeda dari The Bridge on the River Kwai yang murni fiksi, The Railway Man lebih berat. Bukan cuma untuk dipahami, tapi juga muatan nilai-nilainya.


sumber:historia.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]